-->
ILMU PENGETAHUAN
Disusun oleh: Zainal Masri
MAHASISWA STAIN BATUSANGKAR
1. Urgensi Pembahasan
Didalam
buku yang berjudul, islam, aqidah dan syari’ah karangan KH. \Zainal
Arifin djamaris,(1996) kata ‘ulama.u, adalah jamak dari ‘alimun, atau
‘alima,
menurut
ustad abdul hamid, dalam buku ushul al-bayan halaman 7, defenisinya
atau takrifnya demikian, ilmu itu adalah suatu sifat yang dapat
terungkap dengannya suatu yang dicari atau yang di bahas dengan ungkapan
–ungkapan yang sempurna.
Dengan
berpedoman kepada defenisi diatas teranglah bahwa jika suatu ilmu itu
tidak tuntas dan tidak bisa siap pakai, apalagi bertalian dengan masalah
agama,tentu saja hasil dari ilmu itu tidak akan dapat di amalkan.
Didalam
al-qur’an dan hadits banyak sekalali ayat atau hadits yang menerangkan
bukti-bukti mengenai keutamaan ilmu pengetahuan ini. Diantaranya adalah
firman allah dalam surat annisa: 83
#sÎ)ur öNèduä!%y` ÖøBr& z`ÏiB Ç`øBF{$# Írr& Å$öqyø9$# (#qãã#sr& ¾ÏmÎ/ ( öqs9ur çnru n<Î) ÉAqߧ9$# #n<Î)ur Í<'ré& ÌøBF{$# öNåk÷]ÏB çmyJÎ=yès9 tûïÏ%©!$# ¼çmtRqäÜÎ7/ZoKó¡o öNåk÷]ÏB 3 wöqs9ur ã@ôÒsù «!$# öNà6øn=tã ¼çmçGuH÷quur ÞOçF÷èt6¨?]w z`»sÜø¤±9$# wÎ) WxÎ=s% ÇÑÌÈ
Artinya: Dan
apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun
ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya
kepada Rasul dan Ulil Amr di antara mereka, tentulah
orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena
karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan,
kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu).
Jadi
demikian pentingnya ilmu pengetahuan itu, bahkan mengenai hukum dalam
segala kejadian yang berlangsung, senantiasa di kembalikan kepada
orang-orang yang berilmu pengetahuan, bahkan martabat mereka itu disusul
setingakat kemudian sesudah martabat para nabi dalam mengkasyafkan
hukum allah SWT,
Dalam
hadits nabi dikatakan”kalau kita menginginkan bahagia didunia maka
kuasailah ilmu, kalau kita ingin bahagia di ahirat maka kuasailah ilmu,
kalau kita ingin ke dua-duanya juga harus dengan ilmu.
2. Ruang lingkup Pembahasan
Adapun yang menjadi ruang linkup dari pembahasan tetang ilmu ini adalah
1. Perintah menuntut ilmu
2. Ulama adalah warisan para nabi
3. Keutamaan Belajar
4. Keutamaan Mengajar
5. Pentinya ilmu
6. Ancaman Untuk yang Menyembunyikan Ilmu
BAB II
ISI
1. Hadis-Hadis Tentang Perintah Menuntut Ilmu
عن ابْنُ مَسْعُودٍ قَالَ لِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- :« تَعَلَّمُوا
الْعِلْمَ وَعَلِّمُوْهُ النَّاسَ ، تَعَلَّمُوا الْفَرَائِضَ
وَعَلِّمُوْهُ النَّاسَ ، تَعَلَّمُوا الْقُرْآنَ وَعَلِّمُوْهُ النَّاسَ ،
فَإِنِّى امْرُؤٌ مَقْبُوضٌ ، وَالْعِلْمُ سَيُنْتَقَصُ وَتَظْهَرُ
الْفِتَنُ حَتَّى يَخْتَلِفَ اثْنَانِ فِى فَرِيضَةٍ لاَ يَجِدَانِ أَحَداً
يَفْصِلُ بَيْنَهُمَا. رواه الدارمى والدارقطنى
a. Terjemahan
Ibnu
Mas’ud meriwayatkan, “Rasulullah saw. berkata kepadaku ‘Tuntutlah ilmu
pengetahuan dan ajarkanlah kepada orang lain. Tuntutlah ilmu kewarisan
dan ajarkanlah kepada orang lain. Pelajarilah
Alquran dan ajarkanlah kepada orang lain. Saya ini akan mati. Ilmu akan
berkurang dan cobaan akan semakin banyak, sehingga terjadi perbedaan
pendapat antara dua orang tentang suatu kewajiban, mereka tidak
menemukan seorang pun yang dapat menyelesaikannya.’
Hadist ini telah diteliti dan tel;ah ditelusuri ke dalam mu’jam alhadits dengan menggunakan potongan lafal عِلْمَsetelah ditelusuri diperoleh imformasi sebagai berikut
تَعَلَّمُوا
الْعِلْمَ وَعَلِّمُوْهُ النَّاسَ ، تَعَلَّمُو لْفَرَائِضَ وَعَلِّمُوْهُ
النَّاسَ ، تَعَلَّمُوا الْقُرْآنَ وَعَلِّمُوْهُ
النَّاسَ
Dari
imformasi mu’jam tersebut penulis merujuk ke kitab hadis dan didapatkan
imformasi dari kitab sunan addarimi kitab mukadimah hadis no 24
b. Penjelasan hadis dan ayat pendukung
Dalam hadis ini, ada tiga perintah belajar, yaitu perintah mempelajari ‘al-‘ilm’, ‘al-faraid’ dan ‘al-Qur’an’. Menurut Ibnu Mas’ud, ilmu yang dimaksud di sini adalah ilmu syariat dan segala jenisnya. Al-Fara’id adalah
ketentuan-ketentuan baik ketentuan Islam secara umum maupun ketentuan
tentang harta warisan. Mempelajari Alquran mencakup menghafalya. Setelah
dipelajari ajarkan pula kepada orang lain supaya lebih sempurna. Beliau
memerintahkan agar sahabat mempelajari ilmu karena beliau sendiri
adalah manusia seperti manusia pada umumnya. Pada suatu saat, beliau
akan wafat. Dengan adanya orang mempelajari ilmu, ilmu pengetahuan itu
tidak akan hilang.
Mengingat
pentingnya ilmu pengetahuan, dalam hadis di atas, setelah dipelajari,
ia harus diajarkan kepada orang lain. Rasulullah saw. mengkhawatirkan
bila beliau telah wafat dan orang-orang tidak peduli dengan ilmu
pengetahuan, tidak ada lagi orang yang mengerti dengan agama sehingga
orang akan kebingungan.
Selain
perintah menuntut ilmu pengetahuan dalam hadis di atas, ada lagi hadis
yang lebih tegas tentang kewajiban menuntut ilmu pengetahuan.
عن حسين بن علي قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ » رواه والبيهقى الطبرانى وأبو يعلى والقضاعى و أبو نعين الأصبهاني
Husain bin Ali meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Menuntut ilmu pengetahuan wajib bagi setiap orang Islam.
Dalam
menyuruh manusia mencari ilmu pengetahuan, Allah menggunakan ungkapan
yang bervariasi. Kadang-kadang Allah menggunakan perintah agar manusia
membaca. Kegiatan membaca akan menghasilkan ilmu pengetahuan. Hal ini
terlihat dalam QS Al-'Alaq/96: 1-5. Kadang-kadang Allah memakai perintah
mengamati fenomena alam semsesta. Pengamatan ini akan melahirkan ilmu
pengetahuan pula. Ungkapan ini ditemukan antara lain dalam QS
Al-Ghâsyiyah/88: 17-20. Di tempat lain, Allah menggunakan motivasi
dengan ungkapan mengangkat derajat orang yang berilmu pengetahuan yang
beriman. Motivasi ini akan mendorong orang untuk belajar. Pernyataan ini
dapat dilihat antara lain dalam QS Al-Mujadilah/58: 11.
Perintah
menuntut ilmu yang disampaikan oleh Rasulullah saw. sejalan dengan
perintah Allah dalam Alquran. Dalam Alquran ditemukan ayat-ayat yang
bermaksud perintah menuntut ilmu pengetahuan dan petunjuk-petunjuk
tentang urgensi ilmu pengetahuan itu. Di ataranya:
اقْرَأْ
بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ، خَلَقَ الاِِْنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ،
اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ، الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ، عَلَّمَ
الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ [العلق\96: 1-5]
Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,
Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.
Ayat
ini dapat dijadikan sebagai alasan bahwa ilmu pengetahuan itu penting
dalam kehidupan manusia. Allah memerintahkan agar manusia membaca
sebelum memerintahkan melakukan pekerjaan dan ibadah yang lain. Ayat
ini juga menunjukkan karunia Allah SWT. kepada manusia sebab ia dapat
menemukan kemampuan belajar bahasa. Tambahan lagi, manusia juga dapat
mempelajari baca tulis, ilmu pengetahuan, keterampilan yang beragam,
petunjuk dan keimanan, serta hal-hal yang tidak diketahui oleh manusia
sebelum diajarkan kepadanya.
Betapa
pentingnya ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia tidak diragukan
lagi. Dalam melaksanakan pekerjaan dari yang sekecil-kecilnya sampai
kepada yang sebesar-besarnya, manusia membutuhkan ilmu pengetahuan.
Dalam Alquran dapat dilihat bahwa setelah Allah menyatakan Adam sebagai
Khalifah Allah di muka bumi, maka ia dipersiapkan dengan ilmu
pengetahuan. Hal itu dimaksudkan agar Adam mampu mengemban tugasnya
sebagai khalifah. Hal ini dapat dilihat antara lain dalam ayat:
وَعَلَّمَ
آَدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلاَئِكَةِ
فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلاَءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ،
قَالُوا سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ
أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ، قَالَ يَا آَدَمُ أَنْبِئْهُمْ
بِأَسْمَائِهِمْ فَلَمَّا أَنْبَأَهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ قَالَ أَلَمْ
أَقُلْ لَكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ. (البقرة\2: 31-33).
Dan
Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya,
kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman:
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang
yang benar!" Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami
ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami;
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Allah
berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda
ini". Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu,
Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya
Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu
lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?"
Belajar
nama segala sesuatu adalah belajar “kata-kata” yang melambangkan
pengertian-pengertian atau konsep-konsep. Jadi, ketika kita menyebut
kata hishân (kuda) atas sekumpulan hewan tertentu, berarti kita
mempergunakan simbol bahasa yang menunjukkan pengertian atau konsep yang
dapat diterapkan pada seluruh kuda lainnya. Atas dasar ini, kita
memahami firman Allah SWT., “Dan Dia mengajarkan kepada Adam seluruh nama-nama,” dalam
arti, Dia mengajarkan bahasa kepada Adam as. Allah SWT. menyebut bahasa
dengan ungkapan ‘seluruh nama’, maksudnya Dia mengajari Adam nama-nama
yang melambangkan konsep-konsep.
Belajar
“nama” yang melambangkan konsep tertentu mencakup pengenalan
sifat-sifat dan karakteristik yang mengikutsertakan semua satuan jenis
yang tercakup oleh konsep tersebut. Jadi, pada saat kita belajar
menggunakan kata hishân (kuda) untuk menunjukkan seluruh kuda
yang kita lihat, sebelumnya kita telah belajar bahwa semua kuda yang
pernah kita lihat mempunyai kesamaan sifat tertentu. Oleh karena itu,
kita juga dapat memahami dan firman Allah SWT., “Dan Dia mengajarkan kepada Adam seluruh nama-nama” bahwa Allah SWT. juga telah mengajari Adam a.s. sifat-sifat, karakteristik, dan perbuatannya.
Selain di atas terdapat pula ayat lain yang juga berarti perintah mencari ilmu pengetahuan, yaitu:
وَمَا
كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِنْ كُلِّ
فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوْا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا
قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ.
(التوبة\9: 122)
Tidak
sepatutnya bagi orang-orang yang mu'min itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan
untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
Menurut
Al-Marâghi, ayat tersebut merupakan isyarat tentang wajibnya melakukan
pendalaman agama dan bersedia mengajarkannya di tempat-tempat pemukiman
serta memberikan pemahaman kepada orang-orang lain tentang agama,
sebanyak yang dapat memperbaiki keadaan mereka. Sehingga, mereka tidak
bodoh lagi tentang hukum-hukum agama secara umum yang wajib diketahui
oleh setiap mukmin. Orang-orang yang beruntung
adalah orang yang memperoleh kesempatan untuk mendalami agama dengan
maksud seperti ini. Mereka mendapat kedudukan yang tinggi di sisi Allah,
dan tidak kalah tingginya dari kalangan pejuang yang mengorbankan harta
dan jiwa dalam meninggikan kalimat Allah, membela agama dan ajaran-Nya.
Bahkan, mereka boleh jadi lebih utama dari pejuang pada situasi lain
ketika mempertahankan agama menjadi wajib ‘ain bagi setiap orang.
Untuk lebih tegas dalam hadis riwayat Husain ibn Ali di atas, Rasulullah saw. menggunakan kata-kata wajib, harus (farîdhah).
Hal itu menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan itu memang benar-benar urgen
dalam kehidupan manusia terutama orang yang beriman. Tanpa ilmu
pengetahuan, seorang mukmin tidak dapat melaksanakan aktivitasnya dengan
baik menurut ukuran ajaran Islam. Bila ada orang yang mengaku beriman
tetapi tidak mau mencari ilmu, maka ia dipandang telah melakukan suatu
pelanggaran, yaitu tidak mengindahkan perintah Allah dan Rasul-Nya.
Akibatnya, tentu, mendapatkan kemurkaan Allah dan akhirnya akan masuk ke
dalam neraka Allah. Karena begitu pentingnya ilmu pengetahuan itu,
Rasulullah SAW. mewajibkan umatnya belajar.
c. Analisis kependidikan
Dari
kata ta’allamu, ini merupakan fiil amar’ yang berarti ada perintah,
jadi itu merupakan salah salah satu alat pendidikan. Jadi dari hadis di
atas nabi menyuruh kita agar menuntut ilmu dan mengajarkannya kepada
orang lain, dan segala persoalan pun akan senantiasa dikembalikan kepada
orang-orang yang berilmu.
2. Hadis Tentang Keutamaan Belajar
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ. رواه مسلم والترمذى وأحمد والبيهقى
a. Terjemahan
Abu
Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Siapa yang
menempuh jalan menuntut ilmu, akan dimudahkan Allah jalan untuknya ke
sorga.
Hadist ini telah diteliti dan tel;ah ditelusuri ke dalam mu’jam alhadits dengan menggunakan potongan lafal عِلْم setelah ditelusuri diperoleh imformasinya dalam mu’jam jilid 3 halaman 5 sebagai berikut
سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
...........................
Dari
imformasi mu’jam tersebut penulis merujuk ke kitab hadis dan didapatkan
imformasi dari kitab sunan addarimi kitab mukadimah hadis no 24
b. Penjelasan Hadis Dan Ayat Pendukung
Menurut Ibn Hajar, kata طَرِيْقًا diungkapkan dalam bentuk nakirah (indefinit), begitu juga dengan kata ilmu yang berarti mencakup semua jalan atau cara untuk mendapatkan ilmu agama, baik sedikit maupun banyak.
Jadi apabila dikaitkan dengan ayat yang pertama turun yaitu surat al’alaq, “اقْرَأْ “artinya
baca, jadi untuk mendapatkan ilmu itu harus dengan banyak membaca.
Contohnya allah menciptakan tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi,
seluruhnya mengandung ilmu pengetahuan.
سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا (Allah
memudahkan baginya jalan) Yaitu Allah memudahkan baginya jalan di
akhirat kelak, atau memudahkan baginya jalan di dunia dengan cara
memberi hidayah kepadanya untuk melakukan perbuatan yang baik yang dapat
menghantarkannya menuju surga. Hal ini mengandung berita gembira bagi
orang yang menuntut ilmu, bahwa Allah memudahkan mereka untuk mencari
dan mendapatkannya, karena menuntut ilmu adalah salah satu jalan menuju
surga.
Dalam
hadis ini, Rasulullah saw. menggunakan pendekatan fungsional. Beliau
memberikan motivasi belajar kepada para sahabat (umat)nya dengan
mengemukakan manfaat, keuntungan dan kemudahan yang akan diperoleh oleh
setiap orang yang berusaha mengikuti proses belajar. Kendatipun beliau
tidak menggunakan kata perintah (fi'l al-amr), namun ungkapan ini
dapat dipahami sebagai perintah. Bahkan sering motivasi dengan ungkapan
seperti ini lebih efektif daripada perintah. Siapakah orang beriman
yang tidak ingin mendapatkan kemudahan untuk masuk sorga? Jawabannya
dapat ditebak, tidak ada. Artinya semua orang beriman itu akan ingin
sekali mendapatkan fasilitas ini. Nah, caranya tempuhlah jalan atau
ikutilah proses mencari ilmu dengan ikhlas karena Allah.
Anjuran
yang terdapat dalam hadis ini sejalan dengan pernyataan Allah dalam
Alquran. Firman Allah (QS Fathir/35: 28) yang terjemahannya: Sesungguhnya
yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.
Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun.
Al-Marâghi
menjelaskan bahwa sesungguhnya yang takut kepada Allah dan bertakwa
kepada-Nya dan mematuhi hukuman-Nya hanyalah orang-orang yang mengetahui
tentang kebesaran dan kekuasaan Allah atas hal-hal apa saja yang Dia
kehendaki, dan bahwa Dia melakukan apa saja yang Dia kehendaki. Karena
orang yang mengetahui hal itu, dia yakin tentang hukuman Allah atas
siapa pun yang bermaksiat kepada-Nya. Maka dia merasa takut dan ngeri
kepada Allah karena khawatir mendapat hukuman-Nya tersebut.
Sehubungan dengan ayat di atas, Rasulullah saw. bersabda:
عَنْ
عَائِشَةُ قَالَتْ: صَنَعَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - شَيْئًا
فَرَخَّصَ فِيهِ فَتَنَزَّهَ عَنْهُ قَوْمٌ فَبَلَغَ ذَلِكَ النَّبِىَّ -
صلى الله عليه وسلم - فَخَطَبَ فَحَمِدَ اللَّهَ ثُمَّ قَالَ « مَا بَالُ
أَقْوَامٍ يَتَنَزَّهُونَ عَنِ الشَّىْءِ أَصْنَعُهُ ، فَوَاللَّهِ إِنِّى
لأَعْلَمُهُمْ بِاللَّهِ وَأَشَدُّهُمْ لَهُ خَشْيَةً. رواه البخارى
“Rasulullah saw. melakukan sesuatu lalu beliau memberi rukhsah (keringanan) mengenai sesuatu itu. Namun ada suatu kaum yang menghindarinya. Ketika
hal itu didengar oleh Nabi saw. Lalu beliau pun berkhutbah. Beliau
memuji Allah lalu bersabda, ‘Kenapakah ada kaum yang menghindari sesuatu
yang aku perbuat. Demi Allah sesungguhnya aku adalah yang paling tahu
tentang Allah dan paling takut kepada-Nya di antara mereka.” (H. R.
Al-Bukhari dan Muslim).
Ada dasar
yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Hasan Al-Basri. Menurut Ibn
Abbas, “Orang yang berilmu tentang Allah Yang Maha Pencipta di antara
hamba-hamba-Nya ialah orang yang tidak menyekutukan Dia dengan sesuatu
pun, menghalalkan apa yang dihalalkan Allah dan mengharamkan apa yang
diharamkan-Nya, memelihara wasiat-Nya dan yakin bahwa dia akan bertemu
dengan-Nya dan memperhitungkan amalnya.” Hasan Al-Basri berkata, “Orang
yang berilmu ialah orang yang takut kepada Allah Yang Maha Pengasih,
sekalipun dia tidak mengetahui-Nya, menyukai apa yang disukai oleh Allah
dan menghindari apa yang dimurkai Allah.’ Kemudian Al-Basri membaca QS
Fathir/35: 28.
Dari
ayat, hadis dan atsar di atas dapat dipahami dengan jelas bahwa ilmu
pengetahuan itu memudahkan orang menuju sorga. Hal itu mudah dipahami
karena dengan ilmu, seseorang mengetahui akidah yang benar, cara-cara
beribadah dengan benar, dan bentuk-bentuk akhlak yang mulia. Selain itu,
orang berilmu mengetahui pula hal-hal yang dapat merusak akidah tauhid,
perkara-perkara yang merusak pahala ibadah, dan memahami pula sifat dan
akhlak-akhlak jelek yang perlu dihindarinya. Semuanya itu akan
membawanya ke sorga di akhirat, bahkan kesejahteraan di dunia ini.
Selain hadis di atas, terdapat pula hadis semakna yaitu:
عن أبى دردائ قال سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ
سَلَكَ طَرِيقًا يَبْتَغِي فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا
إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضَاءً
لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي
السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ حَتَّى الْحِيتَانُ فِي الْمَاءِ
وَفَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ
الْكَوَاكِبِ إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ إِنَّ
الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلاَ دِرْهَمًا إِنَّمَا
وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ. رواه الترمذى وأحمد والبيهقى وأبو داود والدارمى
Abu Dada’ berkata, saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Siapa
yang menempuh jalan mencari ilmu, akan dimudahkan Allah jalan untuknya
ke sorga. Seungguhnya Malaikat menghamparkan sayapnya karena senang
kepada pencari ilmu. Sesungguhnya pencari ilmu dimintakan ampun oleh
orang yang ada di langit dan bumi, bahkan ikan yang ada dalam air. Keutamaan
orang berilmu dari orang yang beribadah adalah bagaikan kelebihan bulan
malam purnama dari semua bintang. Sesungguhnya ulama adalah pewaris
Nabi. Nabi tidak mewariskan emas dan perak, tetapi ilmu. Siapa yang
mencari ilmu hendaklah ia cari sebanyak-banyaknya.
Dalam
hadis di atas terdapat lima keutamaan orang menuntut ilmu, yaitu: (1)
mendapat kemudahan untuk menuju sorga, (2) disenangi oleh para malaikat,
(3) dimohonkan ampun oleh makhluk Allah yang lain, (4) lebih utama
daripada ahli ibadah, dan (5) menjadi pewaris Nabi. Menuntut ilmu yang
dimaksud di sini, menurut pengarang Tuhfat al-Ahwazi adalah mencari ilmu sedikit atau banyak yang menempuh jalan dekat atau jauh.
Yang dimaksud dengan dimudahkan Allah baginya jalan menuju sorga adalah ilmunya
itu akan memberikan kemudahan kepadanya untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang dapat menyebabkannya masuk sorga. Karena
ilmunya, seseorang itu mengetahui kewajiban yang harus dikerjakannya dan
larangan-larangan yang harus dijauhinya. Ia memahami hal-hal yang dapat
merusak akidah dan ibadahnya. Ilmu yang dimilikinya membuat ia dapat
membedakan yang halal dari yang haram. Dengan demikian, orang yang
memiliki ilmu pengetahuan itu tidak merasa kesulitan untuk mengerjakan
hal-hal yang dapat membawanya ke dalam sorga.
Malaikat
menghamparkan sayapnya karena senang kepada orang yang mencari ilmu.
Malaikat telah mengetahui bahwa Allah sangat mengutamakan ilmu. Hal itu
terbukti ketika mereka disuruh hormat kepada Adam setelah Adam
menunjukkan kelebihan ilmunya kepada malaikat. Oleh sebab itu, para
malaikat merasa senang kepada orang-orang yang berilmu karena mereka
dimuliakan oleh Allah.
Orang
yang menuntut ilmu dimintakan ampun oleh makhluk-makhluk Allah yang
lain. Ini merupakan ungkapan yang menunjukkan kesenangan Rasulullah SAW.
kepada para pencari ilmu. Ilmu itu sangat bermanfaat bagi alam semesta,
baik manusia maupun bukan manusia. Dengan ilmu pengetahuan yang
disertai iman, alam ini akan selalu terjaga dengan indah. Penjagaan dan
pengelolaan alam ini dapat dilakukan dengan ilmu pengetahuan. Jadi,
orang yang memiliki ilmu dan menggunakannya untuk kebaikan alam semesta
merupakan orang mulia yang pantas didoakan oleh penghuni alam ini.
Orang
berilmu pengetahuan lebih utama daripada ahli ibadah. Keutamaannya
diumpamakan oleh Rasulullah SAW. bagaikan kelebihan bulan pada malam
purnama dari bintang. Keutamaan bulan malam purnama yang jelas dari
bintang-bintang adalah dalam hal fungsi menerangi. Bulan itu bercahaya
yang membuat dirinya terang dan dapat pula menerangi yang lain.
Sedangkan bintang kurang cahayanya dan itu hanya untuk dirinya sendiri.
Sifat seperti itu terdapat pula pada orang yang berilmu pengetahuan dan
ahli ibadah. Orang yang berilmu pengetahuan dapat menerangi dirinya
sendiri dengan petunjuk dan dapat pula menerangi orang lain dengan
pengajarannya. Dengan kata lain, orang 'alim itu memberikan manfaat untuk dirinya dan dapat pula bermanfaat bagi orang lain.
Orang
yang berilmu dikatakan sebagai pewaris Nabi. Ini merupakan penghormatan
yang sangat tinggi. Warisan Nabi itu bukan harta dan fasilitas duniawi,
melainkan ilmu. Mencari ilmu berarti berusaha untuk mendapatkan warisan
beliau. Berbeda dari warisan harta, untuk mendapatkan warisan Nabi
tidak dibatasi pada orang-orang tertentu. Siapa saja yang berminat dapat
mewarisinya. Bahkan, Rasulullah SAW. menganjurkan agar umatnya mewarisi
ilmu itu sebanyak-banyaknya.
Dari hadis di atas terlihat bahwa Rasulullah SAW. mendidik umatnya untuk menjadi 'alîm, (jamaknya 'ulamâ') dengan pendekatan fusngsional. Pendekatan
ini merupakan upaya memberikan materi pembelajaran dengan menekankan
kepada segi kemanfaatan bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran dan bimbingan untuk mendapatkan ilmu diharapkan berguna
bagi kehidupan seseorang, baik dalam kehidupan individu maupun dalam
kehidupan sosial. Melalui pendekatan fungsional ini berarti peserta
didik dapat memanfaatkan ilmu dalam kehidupan sehari-hari.
c. Analisis pemakalah
Mencari
ilmu adalah suatu aktivitas yang memiliki tantangan. Tantangan itu
dapat berbentuk biaya, waktu, kesehatan, kecerdasan dan lain sebagainya.
Orang yang mampu menghadapi tantangan itu adalah orang yang memiliki
keikhlasan dan semangat rela berkorban. Ada orang yang tidak sukses
dalam menuntut ilmu karena tidak sabar dalam berjuang menghadapi
tantangan. Ketika menuntut ilmu, seseorang tidak dapat mencari uang
bahkan sebaliknya menghabiskan uang. Bagi orang yang tidak memiliki
tabungan uang, maka ia akan mengalami kesulitan untuk mencari ilmu
pengetahuan terutama pada jalur pendidikan formal. Demikian juga dengan
tantangan yang lain.
Bagi
orang yang beriman, tantangan itu tidak perlu menjadi hambatan. Sebab
selain tantangan, ia juga memiliki motivasi yang sangat besar.
Orang-orang yang mencari ilmu dengan ikhlas akan dibantu oleh Allah dan
akan dimudahkan baginya jalan menuju sorga.
d. Analisis kependidikan
Dari
hadis diatas,nabi mengajarkan kepada kita agar didalam kehidupan ini
apapun tujuan yang akan kita capai, kalau ditempuh dengan jalan
menuntut ilmu allah akan memudahkan jalan untuknya kesorga, baik itu
sorga dunia lebih-lebih lagi sorga ahirat.karena untuk mudah menjangkau
dunia dan isinya itu adalah harus melalui pendidikan, semakin tinggi
jenjang pendidikan seseorang maka dia akan semakin mudah untuk
menjangkau dunia dan isinya. Kemudian untuk mencapai ahirat dan ridho
allah adalah dengan prestasi ibadah. Beridah itu juga harus dengan
ilmu. Imam safii juga pernah berkata mencari ilmu itu lebih utama dari
pada mengerjakan sunnah.
3. Hadis Tentang Keutamaan Mengajar
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَاتَ الاِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ
ثَلاَثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ. رواه مسلم وأحمد النسائي والترمذى والبيهقى
a. Terjemahan
Abu
Hurairah meriwatkan bahwa Rasulullah saw bersabda: “Apabila manusia
telah meninggal dunia terputuslah amalannya kecuali tiga hal, yaitu:
sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang mendoakannya.
Hadist ini telah diteliti dan tel;ah ditelusuri ke dalam mu’jam alhadits dengan menggunakan potongan lafal صَالِحٍ setelah ditelusuri diperoleh imformasinya dalam mu’jam jilid 3 halaman 336 sebagai berikut
انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ.... أَوْوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Dari
imformasi mu’jam tersebut penulis merujuk ke kitab hadis dan didapatkan
imformasi dari kitab sunan addarimi kitab mukadimah hadis no 24
b. Penjelasan hadis dan ayat pendukung
Dalam
hadis di atas terdapat informasi bahwa ada tiga hal yang selalu diberi
pahala oleh Allah pada seseorang kendatipun ia sudah meninggal dunia.
Yaitu; (1) sedekah jariyah (wakaf yang lama kegunaannya), (2) ilmu yang
bermanfaat, dan (3) doa yang dimohonkan oleh anak yang saleh untuk orang
tuanya. Sehubungan dengan pembahasan ini adalah ilmu yang bermanfaat,
yaitu ilmu yang diajarkan oleh seseorang ('âlim) kepada orang lain dan tulisan (karangan) yang dimaksudkan oleh penulis untuk dimanfaatkan orang lain.
Dari
ulasan di atas terlihat ada dua bentuk pemanfaatan ilmu, yaitu dalam
mengajar dan menulis. Mengajar adalah proses memberikan ilmu pengetahuan
kepada orang yang belum tahu. Hasilnya, orang yang belajar itu memiliki
ilmu pengetahuan dan dapat dimanfaatkannya dalam menjalani
kehidupannya, baik untuk urusan hidup duniawi maupun untuk urusan
ukhrawi. Demikian juga halnya dengan menulis. Orang yang berilmu
pengetahuan dapat menularkan ilmunya dengan menulis buku dan sebagainya.
Orang yang membaca karangan tersebut akan mendapatkan ilmunya
kendatipun tidak pernah bertemu langsung. Kedua pekerjaan ini hanya
dapat dilakukan bila seseorang mempunyai ilmu pengetahuan dan mau
berbuat untuk mencerdaskan orang lain.
c. Analisis kependidikan
Didalam
hadis tersebut rasulullah SAW mendorong umatnya untuk membelanjakan
rezki yang diberika kepada kita dijalan allah, seperti berimfak,
bersedekah,dan lain sebagainya.akan tetapi untuk mendapatkan rezki
tersebut, kita perlu berusaha, dan didalam kita berusaha itu harus
mempunyai ilmu, atau membutuhkan pendidikan dan keahlian kusus untuk
mendapatkanya.
4. Hadis Tentang Urgensi Ilmu
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ
اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ
وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ
يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالاً فَسُئِلُوا
فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا. رواه البخاري ومسلم وأحمد والترمذى والنسائى والدارمى والبيهقى والطبرانى
a. Terjemahan
Abdullah
bin Amru bin al-Ash meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu secara langsung dari semua
hamba. Ia
mengambil ilmu dengan cara mewafatkan para ulama, sehingga apabila
ulama habis, manusia akan mengangkat orang bodoh menjadi pemimpin.
Mereka ditanya (oleh umat) lalu berfatwa tanpa ilmu. Akibatnya, mereka
sesat dan menyesatkan (umat).
Hadist ini telah diteliti dan tel;ah ditelusuri ke dalam mu’jam alhadits dengan menggunakan potongan lafal عِلْمَ setelah ditelusuri diperoleh imformasinya dalam mu’jam jilid 4 halaman 336
إِنَّ
اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ, يَنْتَزِعِ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا انْتِزَاعًا
يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ
الْعُلَمَاءِ ...
Dari
imformasi mu’jam tersebut penulis merujuk ke kitab hadis dan didapatkan
imformasi dari kitab sunan turmizi kitab ‘allama hadis no 5 halaman
296 yaitu :
b. Penjelasan hadis dan ayat pendukung
Hadis
di atas memberikan paling tidak empat Informasi: (1) Allah akan
mencabut ilmu dari hamba-Nya dengan cara mewafatkan ulama, (2) Setelah
ulama tidak ada lagi, orang akan mengangkat si bodoh menjadi pemimpin,
(3) Pemimpin yang bodoh akan berfatwa tanpa ilmu, dan (4) Fatwa pemimpin
yang bodoh akan membawa kepada kesesatan.
Ahmad dan Thabrani meriwayatkan dari Abu Umamah bahwa saat haji Wada’ Nabi SAW bersabda, “Pelajarilah ilmu sebelum datang masa punahnya ilmu tersebut.” Arabi berkata, “Bagaimanakah cara ilmu diangkat atau dipunahkan? Beliau bersabda, “Punahnya ilmu itu dengan punahnya para ulama (orang yang menguasai ilmu tersebut.”
Menurut
Ibnu Hajar, hadis ini berisi anjuran menjaga ilmu, peringatan bagi
pemimpin yang bodoh, peringatan bahwa yang berhak mengeluarkan fatwa
adalah pemimpin yang benar-benar mengetahui, dan larangan bagi orang
yang berani mengeluarkan fatwa tanpa berdasarkan ilmu pengetahuan.
Dengan demikian, ilmu pengetahuan merupakan syarat mutlak bagi seorang
pemimpin dan ulama. Tanpa ilmu pengetahuan, seseorang tidak berhak
menjadi pemimpin dan tidak boleh memberikan fatwa tentang apa pun. Bila
hal itu terjadi juga, maka pemimpin dan rakyat banyak akan mengalami
kesesatan.
Dalam
hadis di atas, Rasulullah SAW. tidak menggunakan kata perintah untuk
mencari ilmu tetapi menjelaskan urgensi ilmu itu sendiri. Ungkapan ini
berisi motivasi yang sangat keras agar umatnya menuntut ilmu
sebanyak-banyaknya. Memang kadang-kadang, motivasi seperti itu lebih
efektif dari penggunaan kata perintah. Dengan demikian, Rasulullah SAW.
menggunakan motivasi untuk menimbulkan semangat para sahabat dalam
belajar.
Sehubungan
dengan urgensi ilmu dalam kehidupan manusia, Al-Gazali mengemukakan
ucapan Umar ibn Khattab "Wafatnya 1000 abid yang beribadat malam dan
berpuasa siang, lebih enteng dari meningalnya seorang berilmu yang tahu
halal haram".
Tahu halal haram yang dimaksudkan di sini bukanlah sekedar tahu tanpa
amal, melainkan mengamalkannya, dengan cara mencari yang halal dan
menjauhi yang haram. Sebab pada hakikatnya, orang yang tahu itu adalah
orang yang mengamalkan ilmunya.
Al-Ghazali
menulis bahwa Ibnu Abbas mengatakan bahwa Nabi Sulaiman bin Nabi Daud
as. telah disuruh memilih antara ilmu, harta dan kerajaan. Ia memilih
ilmu. Lalu, ia dianugerahi harta dan kerajaan bersama dengan ilmu.
Dengan ilmu, seseorang dapat memiliki harta yang banyak dan dapat pula
melaksanakan tugas-tugas pemerintahan sehingga mendapat kepercayaan
untuk menjadi pemimpin. Jadi, ilmulah sebenarnya yang paling penting.
Sehubungan dengan perbandingan ilmu dengan harta, Ali bin Abi Thalib berkata: Ilmu
lebih baik daripada harta. Ilmu dapat menjagamu, sedangkan harta,
engkaulah yang menjaganya. Ilmu berkuasa sedangkan harta dikuasai. Harta
itu berkurang bila dibelanjakan, sedangkan ilmu itu bertambah bila
disiarkan. Orang berilmu lebih utama dari orang yang hanya berpuasa,
bersembahyang dan berjihad. Bila seorang berilmu meninggal, terdapatlah
suatu lowongan dalam Islam yang hanya dapat diisi oleh penggantinya.
Ungkapan
Ali di atas menunjukkan ketinggian dan urgensi ilmu dalam kehidupan
manusia. Betapa urgensi ilmu pengetahuan tidak perlu diragukan lagi.
Baik ayat dan hadis maupun fenomena alam telah menjelaskan hal itu. Oleh
sebab itu, seharusnya umat Islam berusaha keras untuk mencari ilmu
pengetahuan sebanyak-banyaknya, baik untuk kepentingan pribadi maupun
sosial, baik untuk dunia maupun akhirat.
c. Analisis kependidikan
Dari
hadis diatas rasulullah SAW mengajarkan kepada umatnya , agar menuntut
ilmu, terutama sekali adalah ilmu agama kepada orang yang menguasai
ilmu tersebut, dan dalam hal ini yang disebut ulama, sebab ada hadis
lain yang mengatakan bahwa rasulullah itu wafat beliau seolah- olah
beliau berkata kepada para ulama, hai para ulama, aku meninggalkan
kalian semua, aku tidak tinggalkan emas, berlian, kepada kalian semua
tapi aku tinggalkan ilmu kepada kalian, kalian lah pewarisku, maka orang
yang telah mengambilnya berarti ia telah mengambil keuntungan yang
banyak.(HR.Abu daud, tarmizi, ibnu majah, dan ibnu hibban dalam sahihnya
dan baihaki dari abu darda)
Dalam
hadis pembahasan ini dijelaskan bahwasanya allah akan mencabut ilmu
dengan mewafatkan ulama, sehingga makin banyak ulama wafat maka ilmu
semakin banyak ditarik,sehinggga kalau bukan generasi muda kita yang
akan bangkit mempelajari ilmu itu, maka akan celakanya umat nantinya
akibatnya umat akan mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh, yang akan
memberikan fatwa menyesatkan.
5. Hadis Tentang Ancaman Untuk yang Menyembunyikan Ilmu
عَنْ
أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «
مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ فَكَتَمَهُ أَلْجَمَهُ اللَّهُ بِلِجَامٍ مِنْ
نَارٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ». رواه أبو داود وأحمد
a. Terjemahan
Abu
Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: Siapa yang
ditanya tentang suatu ilmu, lalu ia menyembunyikannya (tidak
menjawabnya), Allah akan mengekangnya dengan kekangan api neraka pada
hari kiamat nanti.
Hadist ini telah diteliti dan tel;ah ditelusuri ke dalam mu’jam alhadits dengan menggunakan potongan lafal عِلْمٍ setelah ditelusuri diperoleh imformasinya dalam mu’jam jilid 4 halaman 317 sebagai berikut
مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ فَكَتَمَهُ...
Dari
imformasi mu’jam tersebut penulis merujuk ke kitab hadis dan didapatkan
imformasi dari kitab sunan turmizi kitab ‘allama hadis no 5 halaman
296 yaitu :
b. Penjelasan hadis dan ayat pendukung
عَنْ
أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «
مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ عَلِمَهُ ثُمَّ كَتَمَهُ أُلْجِمَ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ ». رواه الترمذى
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: Siapa yang ditanya tentang suatu ilmu yang ia ketahui, lalu ia menyembunyikannya (tidak menjawabnya), ia akan dikekang pada hari kiamat dengan kekangan api neraka.
Menurut pengarang 'Aun al-Ma'bud dan Tuhfat al-Ahwazi, Siapa
yang ditanya tentang suatu ilmu yang dibutuhkan oleh penanya dalam
masalah agamanya, lalu ia sembunyikan dengan cara tidak menjawab atau
tidak menulis, maka Allah akan memasukkan kekangan api neraka ke dalam
mulutnya karena ia telah menahan dirinya untuk berbicara. Menurut
Al-Khaththabiy, orang yang menahan diri dari berbicara disamakan dengan
mengekang dirinya. Apabila ia mengekang lidahnya dari berbicara tentang
kebenaran, menginformasikan ilmu dan menjelaskannya diazab di akhirat
dengan kekangan api neraka. Hal ini berlaku pada ilmu yang jelas baginya
kefarduannya. Misalnya: seseorang yang melihat/mengetahui seorang kafir
yang mau masuk Islam dan berkata: ajarilah aku tentang Islam, apakah
agama Islam itu? Bagaimana aku mengerjakan salat? Begitu juga masalah
halal dan haram. Tidak termasuk ke dalam hal itu urusan yang tidak dharuriy (sangat dibutuhkan oleh manusia).
Dari penjelasan di atas terlihat bahwa dari segi urgensinya, ilmu itu terbagi kepada yang dharuri dan tidak dharuri. Ilmu yang termasuk kategori dharuri ini
sama sekali tidak boleh disembunyikan. Artinya bila orang yang memiliki
ilmu tersebut ditanya oelh orang yang membutuhkannya, ia wajib menjawab
baik lisan atau tulisan. Akan tetapi bila ilmu kategori kedua (tidak dharuri), seperti ilmu tentang teknologi, ekonomi dan sebagainya, maka orang yang ditanya itu tidak wajib menjawabnya.
Orang
yang menyembunyikan ilmu terutama ilmu syari'at seperti yang
dikemukakan di atas diancam oleh Allah dengan laknat-Nya dan laknat
mahluk-Nya sebagaimana ditegaskan dalam ayat berikut:
إِنَّ
الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى
مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ
يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللاَّعِنُونَ (البقرة\2: 159)
Sesungguhnya
orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa
keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami
menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila'nati Allah
dan dila'nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela'nati.
Menurut
Fakhr al-Dîn al-Râziy, ketentuan ayat ini berlaku bagi semua yang
menyembunyikan agama kendatipun ia turun dalam kasus orang Yahudi dan
Nasrani yang menyembunyikan isi Taurat ketika ditanya oleh orang-orang
Anshar tentang sifat-sifat Nabi. Mereka tidak mau menjawab dan menjelaskan sifat Nabi yang sudah dijelaskan oleh Allah dalam kitab Taurat.
M.
Quraish Shihab mengemukakan bahwa ayat ini, walaupun turun dalam
konteks kecaman terhadap orang-orang Yahudi, namun redaksinya yang
bersifat umum menjadikannya kecaman terhadap setiap orang yang
menyembunyikan apapun yang diperintahkan agama untuk disampaikan, baik
ajaran agama maupun ilmu pengetahuan atau hak manusia.
Memang tidak semua yang kita ketahui harus disampaikan kepada orang
lain karena tergantung kepada keadaan dan tidak juga semua pertanyaan
harus dijawab.
c. Analisis kependidikan
Sehubungan dengan kewajiban mengajar, Rasulullah saw. memperingatkan agar orang yang sudah memiliki ilmu pengetahuan ('âlim, ustaz, guru) agar tidak bakhil atau kikir dalam memberikan ilmunya,terutama ilmu agama, apalagi sampai menyembunyikannya.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari
penjelasan hadis yang telah pemakalah paparkan di atas maka, secara
umum dapat disimpulkan, bahwa agama islam merupakan agama yang
universal, yang tidak hanya mengajarkan kepada kita untuk sholat, puasa,
baca al-quran, tetapi islam juga mewajibkan kepada kita untuk berilmu
pengetahuan dan berteknologi.
2. Saran
Dilihat
dari isi kandungan hadits yang pemakalah bahas, pemakalah mearasa bahwa
pembahasan ini sangat bermanfaat bagi kita semua, kususnya bagi kami
sebagai pemakalah, sebab pemakalah yakin kalau kita mempunyai sedikit
banyaknya ilmu pengetahuan , maka seseorang itu akan sangat mudah untuk
mencapai hidup bahagia di dunia dan di ahirat.
DAFTAR PUSTAKA
KESIMPULAN HASIL DISKUSI
1.Asmarnita : ilmu apa saja yang di wajibkan menuntutnya menuru hadist?
2.Andi
usman : bagaimana bagi orang yang ekonominya lemah,tdk bisa menuntut
ilmu di sekolah, sedangkan menuntut ilmu itu adalah wajib?
3. Dina septika: Nilai- nilai pendidikan yang terkandung dalam hadis!
4. Darma hidayati: menuntut ilmu itu seperti apa?
v Fitra dewi : keutamaan mengajar dengan contohnya?
v Beni : Urgensi ilmu dalam hadis?
v