BAB I PENDAHULUAN
A.
Urgensi pembahasan
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang
secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar.Gerlach
dan Ely mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah
manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi sehingga membuat sisiwa
mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap. Dalam pengertian ini
guru, buku teks, dan lingkungan sekolah termasuk kategri media. Jadi media
pendidikan dan pengajarn terdiri atas media manusia dan non manusia. [1]
Seiring dengan ini Rasulullah juga menggunakan media
dalam mengadakan proses pembelajaran dan pendidikan. Akan dibahas lebih lanjut
dalam pembahasan hadist ini, media yang digunakan beliau adalah anggota badan
beliau sendiri (tangan, lidah, jari) dan media lainnya (langit,bumi,matahari,
bulan,dan mimbar). Pentingnya menggunakan media dalam pembelajaran adalah
agar tercapainya tujuan pembelajaran dengan baik, karena media juga dapat
membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi
pelajaran pada peserta didiknya.
B.
Ruang lingkup pembahasan
- Menganalisis hadist Media manusia
- Menganalisis hadits Media non manusia
A.
Media Manusia
- Media Lidah dan Jari
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ - رضى الله
عنهما - قَالَ اشْتَكَى سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ شَكْوَى لَهُ فَأَتَاهُ النَّبِىُّ
- صلى الله عليه وسلم - يَعُودُهُ مَعَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ وَسَعْدِ
بْنِ أَبِى وَقَّاصٍ وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ - رضى الله عنهم - فَلَمَّا
دَخَلَ عَلَيْهِ فَوَجَدَهُ فِى غَاشِيَةِ أَهْلِهِ فَقَالَ « قَدْ قَضَى » .
قَالُوا لاَ يَا رَسُولَ اللَّهِ . فَبَكَى النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم -
فَلَمَّا رَأَى الْقَوْمُ بُكَاءَ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - بَكَوْا
فَقَالَ « أَلاَ تَسْمَعُونَ إِنَّ اللَّهَ لاَ يُعَذِّبُ بِدَمْعِ الْعَيْنِ ،
وَلاَ بِحُزْنِ الْقَلْبِ ، وَلَكِنْ يُعَذِّبُ بِهَذَا - وَأَشَارَ إِلَى
لِسَانِهِ - أَوْ يَرْحَمُ وَإِنَّ الْمَيِّتَ يُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أَهْلِهِ
عَلَيْهِ » . وَكَانَ عُمَرُ - رضى الله عنه - يَضْرِبُ فِيهِ بِالْعَصَا ،
وَيَرْمِى بِالْحِجَارَةِ وَيَحْثِى بِالتُّرَابِ[2] .
رواه البخارى ومسلم
2.Terjemahan
Dari Abdullab bin Umar RA. dia berkata. Sa’ad bin
Ubadah menderita sakit. Lalu, Nabi SAW
datang menjenguknya bersama Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash dan Abdullah
bin Mas'ud RA. Ketika beliau SAW masuk menemuinya, maka beliau mendapatinya
sedang diliputi (dikelilingi) keluarganya. Beliau SAW bertanya, Apakah ia telah meninggal?’ Mereka
menjawab, ‘Tidak. wahai Rasulullah! Nabi SAW pun menangis. Ketika orang melihat
Nabi SAW menangis, maka mereka pun turut menangis. Maka beliau SAW bersabda.
Apukah kalian tidak mendengar sesungguhnva Allah tidak menyiksa dengan sebab
air mata dan tidak pula sebab kesedihan hati, akan tetapi Dia menyiksa dengan sebab ini- seraya
mengisyaratkan dengan lidahnya - atau
memberi rahmat. Sesungguhnya mayit
disiksa dengan sebab tangisan keluarganya kepadanya. Umar bin Khaththab memukul orang dengan karena hal tersebut dan melempari dengan batu
serta dengan tanah.
Dalam penelusuran hadits diatas penulis
menggunakan kata dasar ( بكي ) dari informasi mu’jam al-hadits, pada
mu’jam 2, hal 311. Adapun setelah
diteliti, pemakalah tidak menemukan asbabul wurud dari hadits ini.
3.Penjelasan hadits
Adapun
penjelasan kalimat “(Melihat Nabi SAW menangis, maka mereka turut menangis)” ini menunjukkan
bahwa kisah ini terjadi setelah kisah Ibrahim (putra Nabi SAW) sebab Abdurrahman bin Auf turut hadir di sini. Narnun dia tidak menanyakan kepada Nabi SAW seperti yang ditanyakan
pada kisah Ibrahim.hal ini
menunjukkan dia tel ah mengetahui bahwa tangisan sekedar mengeluarkan air mata
tidaklah dilarang. Nabi bersabda”tidakkah kalian mendengar” yakni apakah
kalian tiadak mendengarkan dengan sebaik-baiknya.
Kalimat ini menunjukkan bahwa Nabi SAW melihat
sebagian mereka mengingkari apa yang beliau lakukan. Oleh sebab itu, beliau SAW
menjelaskan kepada mereka perbedaan antara tangisan yang dilarang dan tangisan
yang diperbolehkan. (menyiksa dengan sebab lni), yakni jika ia mengucapkan perkataan
yang tidak
baik. (atau merahmati), jika Ia mengucapkan perkataan yang baik.
Namun ada pula kemungkinan makna perkataannya. “Atau
merahmti”, yakni jika ancaman yang dijanjikan tidak diwujudkan. (sesungguhnya mayit disiksa dengan sebab tangisan keluarganya kepadanya), yakni hal itu berbeda dengan tangisan selain keluarganya. Hal ini serupa dengan kisah Abdullah bin Tsabit yang dikutip oleh Imam Malik dalam kitab Al Muwaththa’[3]
merahmti”, yakni jika ancaman yang dijanjikan tidak diwujudkan. (sesungguhnya mayit disiksa dengan sebab tangisan keluarganya kepadanya), yakni hal itu berbeda dengan tangisan selain keluarganya. Hal ini serupa dengan kisah Abdullah bin Tsabit yang dikutip oleh Imam Malik dalam kitab Al Muwaththa’[3]
Dalam hadits yang lain, Nabi juga menjelaskan tentang lidah sebagai
media, bunyi
haditsnya adalah :
عَنْ سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الثَّقَفِىِّ قَالَ
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ حَدِّثْنِى بِأَمْرٍ أَعْتَصِمُ بِهِ. قَالَ « قُلْ
رَبِّىَ اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقِمْ ». قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَخْوَفُ مَا
تَخَافُ عَلَىَّ فَأَخَذَ بِلِسَانِ نَفْسِهِ ثُمَّ قَالَ « هَذَا ».[4] رواه
الترمذى وأحمد
Dari Sufyan ibn
Abdillah al-Tsaqafiy, ia berkata: Saya berkata: Wahai Rasulullah!
Beritahukanlah kepadaku suatu hal yang akan saya pegang selalu. Beliau
bersabda: Katakanlah! Tuhanku adalah
Allah, kemudian beristiqamahlah (konsistenlah dengan pengakuan itu). Saya bertanya lagi, Ya Rasulullah! Apa yang paling Engkau khawatirkan
tentang diri saya? Maka ia memegang lidahnya kemudian berkata, "ini".
Dan
pada hadist berikut ini menjelaskan, Nabi memberi pelajaran kepada sahabat dengan menggunakan jarinya sebagai media.
Bunyi haditsnya sbb:
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- « أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِى الْجَنَّةِ كَهَاتَيْنِ ».
وَأَشَارَ بِأُصْبُعَيْهِ يَعْنِى السَّبَّابَةَ وَالْوُسْطَى.[5] رواه
الترمذى وأبو داود وأحمد
Dari Sahl ibn Sa'ad, ia berkata, Rasulullah saw.
bersabda: Aku dan pemelihara anak
yatim dalam sorga seperti ini. Beliau mengisyaratkan kedua jarinya yang
dirapatkan, yaitu: telunjuk dan jari tengah.
Pada hadist diatas Nabi SAW memberikan pelajaran kepada sahabat
tentang sesuatu yang tidak mereka ketahui, Nabi juga memakai media yakni mengisyaratkan dengan jari dan lidahnya.Dikatakan
bahwa posisi orang yang memelihara anak yatim, memiliki
kedudukan yang tinggi dalam islam dan bakal menempati tempat terhormat dalam
sorga nantinya, yakni berdampingan dengan Nabi, ketinggian
dan kehormatan itu digambarkan oleh Rasulullah SAW.bagaikan dua jari tangan
(telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan) dalam hal ini, kedua jari tengah
dijadikan media oleh Rasulullah SAW. Dengan demikian para sahabat dapat memahami dengan
mudah isi pelajaran yang disampaikan
oleh Rasulullah SAW.
4.Analisis Kependidikan
Kalau dipandang dari segi kependidikannya, maka kehadiran
media dalam pembelajaran mempunyai arti
yang cukup penting . karena dalam kegiatan tersebut ketidak jelasan bahan yang
disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara.
Kerumitan bahan ajar yang akan disampaikan kepada peserta didik itu dapata
disederhanakan dengan bantuan media.[6] Media
pengajaran dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya. Ada beberapa
alasan yang mendukung :
a) Pengajaran akan lebih menarik
perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar
b) Bahan pengajaran akan lebih
jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa
c) Metode mengajar akan lebih
bervariasi, tidak semata komunikasi verbal
d) Siswa lebih banyak kegiatan
belajar, tidak hanya mendengarkan tapi juga beraktivitas mengamati dan
mendemonstrasikan. [7]
B. Media Bukan Manusia
1. Media Langit dan Bumi
عَنْ أَنَسٍ قَالَ بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ –صلى الله عليه
وسلم- بُسَيْسَةَ عَيْناً يَنْظُرُ مَا فَعَلَتْ عِيرُ أَبِى سُفْيَانَ فَجَاءَ
وَمَا فِى الْبَيْتِ أَحَدٌ غَيْرِى وَغَيْرُ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم...
فَخَرَج رَسُولُ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم- فَتَكَلَّمَ فَقَالَ « إِنَّ لَنَا
طَلِبَةً فَمَنْ كَانَ ظَهْرُهُ حَاضِراً فَلْيَرْكَبْ مَعَنَا ».... فَانْطَلَقَ رَسُولُ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم-
وَأَصْحَابُهُ حَتَّى سَبَقُوا الْمُشْرِكِينَ إِلَى بَدْرٍ وَجَاءَ
الْمُشْرِكُونَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم- « لاَ يَتَقَدَّمَنَّ
أَحَدٌ مِنْكُمْ إِلَى شَىْءٍ حَتَّى أَكُونَ أَنَا أُؤْذِنُهُ ». فَدَنَا
الْمُشْرِكُونَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم- « قُومُوا إِلَى
جَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالأَرْضُ ». قَالَ يَقُولُ عُمَيْرُ بْنُ
الْحُمَامِ الأَنْصَارِىُّ يَا رَسُولَ اللَّهِ جَنَّةٌ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ
وَالأَرْضُ قَالَ « نَعَمْ ». فَقَالَ بَخٍ بَخٍ....[8]
رواه مسلم وأحمد
Dari Anas ibn Malik, ia berkata: Rasulullah saw. mengutus
Busaisah sebagai mata-mata untuk memperhatikan apa yang dilakukan oleh kendaraan
Abu Sofyan. Ia datang dan tidak seorang pun di rumah selain saya dan Rasulullah
SAW. ... Lalu Rasulullah SAW. keluar dan berkata: sesungguhnya kita memiliki
kebutuhan, siapa yang kendaraannya tersedia silahkan pergi bersama kami…. Maka
berangkatlah Rasulullah SAW. bersama sahabat-sahabatnya sehingga mereka
mendahului orang-orang musyrik di Badar. Datanglah orang-orang musyrik, beliau
bersabda: janganlah salah seorang kamu mendahului sesuatu sebelum saya izinkan.
Ketika orang-orang musyrik sudah dekat, Rasulullah SAW. bersabda: Bangkitlah
kalian untuk mendapatkan sorga yang luasnya sama dengan langit dan bumi. Umair
ibn al-Humam al-Anshari bertanya, ya Rasulullah! Sorga seluas langit dan bumi?
Beliau menjawab: ya, benar benar.
2.Pejelasan Hadist
Diantara informasi
hadits tentang penjelasan diatas adalah. Bahwa Rasululluah menggambarkan sorga
itu seluas langit dan bumi. Disini beliau menggunakan langit dan bumi sebagai
media pelajaran terhadap sahabatnya. Adapun ayat Al-Quran yang menjelasakan ”sorga itu seluas langit dan bumi” adalah terdapat dalam surat Ali Imran ayat 133 yang berbunyi :
(#þqããÍ$yur 4n<Î) ;otÏÿøótB `ÏiB öNà6În/§ >p¨Yy_ur $ygàÊótã ßNºuq»yJ¡¡9$# ÞÚöF{$#ur ôN£Ïãé& tûüÉ)GßJù=Ï9 ÇÊÌÌÈ
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga
yang seluas langit dan bumi yang
disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,
4.Analisis Kependidikan
Belajar mengajar adalah
suatu proses yang mengolah sejumlah nilaiuntuk dikonsumsi oleh setiap anak
didik, nilai-nilai itu tdak datang dengan sndirinya, tapi terambil dari
berbagai sumber. Sumber belajar yang sesungguhnya banyak terdapat dimana-mana;
disekolah, dihalaman, dipusat kota, dipedesaan dan sebagainya.Udin Saripuddin
dan winataputra (199:65) mengelompokkan sumber belajar menjadi lima kategori,
yaitu manusi, buku/ perpustakaan, media masa,alam / lingkungan, dan media
pendidikan. Karena itu sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat
dipergunakan sebagai tempat di mana bahan pengajaran tempat atau asal untuk
belajar belajar. Media pendidikan itu sebagai salah satu sumber belajar yang
membantu guru untuk memperkaya wawasan anak didik.[9]
- Hadits Media Matahari dan Bulan
عَنْ
شِهَابِ بْنِ
عُبَا د
قَاَلَ حَدثَنَا
اِبرَاهِيِم بنِ
حَمِيد عَن اِسمَعِيل
عَنَ قَيْس قا
ل سمعت اَبَا مَسعُودِ
يَقولُ قَالَ
النبي صلي
الله عليه
وسلم : اِنًّ
الشَّمسَ وَالقَمَرَ
لاَ يَنكَسِفَانِ
لِمَوتِ اَحَدٍ
مِنَ النَّاسِ
وَلَكِنَّهُمَا اَيَتَانَ
مِن اَيَاتِ
اللهِ فَاِذَ
رَاَيْتُمُوْهُمَا فَقُومُوا
فَصَلُوْا
Dari syihab bin ‘ubad
dia berkata;menceritakan
kepada kami ibrahim bin hamid dari ismail dari qaiys ia berkata: Aku mendengar abu masud berkata,bersabda nabi SAW: “Terjadi gerhana matahari pada hari kematian Ibrahim, maka manusia berkata, ‘Terjadi gerhana matahari karena
kematian Ibrahim’. Maka Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya matahari dan
bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda (kebesaran) Allah, keduanya tidak
mengalami gerhana karena kematian seseorang dan tidak pula karena kehidupannya .
Apabila kalian melihat keduanya (gerhana), maka berdoalah kepada Allah dan
shalatlah’.[10]
2.Penjelasan Hadits
Informasi
yang terkandung dalam hadits diatas adalah :
·
Telah terjadi gerhana matahari
pada saat kematian ibrahim putra rasulullah SAW
·
Sahabat menduga bahwa gerhana
terjadi karena kematian ibrahim
·
Rasulullah menegaskan bahwa
gerhana tersebut merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah
·
Gerhana tersebut tidak ada hubungannya
dengan kematian dan kelahiran seseorang
3. Mimbar
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ وَذَكَرَ الصَّدَقَةَ
وَالتَّعَفُّفَ وَالْمَسْأَلَةَ الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ
السُّفْلَى فَالْيَدُ الْعُلْيَا هِيَ الْمُنْفِقَةُ وَالسُّفْلَى هِيَ
السَّائِلَةُ.[11]
رواه البخارى ومسلم
'Abdullah
bin 'Umar radhiallahu 'anhuma meriwayatkan bahwa Rasulullah
Shallallahu'alaihiwasallam bersabda ketika berada di atas mimbar, di
antaranya Beliau menyebut tentang shadaqah dan masalah tangan yang di atas
lebih baik dari pada tangan yang di bawah. Tangan yang di atas adalah yang
memberi (mengeluarkan infaq) sedangkan tangan yang di bawah adalah yang
meminta".
Penjelasan hadits
Pada bab ini disebutkan hadits Abu Hurairah dengan
lafazh, (Sebaik-baik
sedekah adalah ketika dalam keadaan tercukupi [kebutuhannya]). Hal ini
memberi asumsi bahwa yang dinafikan pada lafazh pertama adalah kesempurnaannya,
sehingga maknanya adalah; tidak ada sedekah yang sempuma kecuali dari sisa
kebutuhan. Imam Abmad meriwayatkan melalui jalur Abu Shalih dengan lafazh, (Sesungguhnya sedekah itu adalah ketika
dalam keadaan tercukupi). Riwayat ini lebih dekat kepada lafazh judul bab. Imam
Ahmad meriwayatkan pula melalui jalur Abdul Malik bin Abi Sulaiman dan Atha’
Hadits
maushul kedua pada bab ini adalah hadits Hakim bin Hizam, (Tangan di
alas lebih baik daripada tangan di bawah). Adapun kesesuaiannya dengan
judul bab terdapat pada Iafazh,
(sebaik-baik sedekah adalah ketika tercukupi semua
kebutuhannya). Adapun lafazh, (barangsiapa minta dipelihara [dari meminta-minta], maka Allah akan
memeliharanya).
Hadits Ibnu Umar, (tangan di atas). Hanya saja Imam Bukhari menyebutkannya untuk menafsirkan keterangan yang masih global pada hadits Hakim. Ibnu Rasyid berkata, Nampaknya, karena hadits Hakim bin Hizam mengandung dua hal; hadits tangan di atas’ dan hadits ‘tidak ada sedekah kecuali ketika tercukupi semua kebutuhannya’, maka Imam Bukhari menyebutkan juga hadits Ibnu Umar yang mencakup bagian pertama. Hal ini dilakukan untuk menambah kuantitas jalur periwayatan hadits itu. Ada pula kemungkinan kesesuaian hadits ‘tangan di atas’ dengan judul bab adalah, bahwa penafsiran ‘tangan di atas’ sebagai orang yang bersedekah berlaku apabila sedekah tersebut tidak terhalang dari sisi syara’. seperti orang yang berutang dan seluruh hartanya berada dalam pengawasan pengadilan (disegel). Keumuman maknanya dibatasi dengan hadits, ‘tidak ada sedekah kecuali dari sisa kebutuhan Demikian yang beliau katakan, namun hal ini kurang tepat, seperti akan dijelaskan. Al Qurthubi berkata, “Pada hadits Ibnu Umar ini tercantum penafsiran maksud ‘tangan di atas’ dan ‘tangan di bawah’. ini merupakan dalil yang dapat menghilangkan perbedaan dan menolak semua penakwilan yang tidakbenar[12].”
Hadits Ibnu Umar, (tangan di atas). Hanya saja Imam Bukhari menyebutkannya untuk menafsirkan keterangan yang masih global pada hadits Hakim. Ibnu Rasyid berkata, Nampaknya, karena hadits Hakim bin Hizam mengandung dua hal; hadits tangan di atas’ dan hadits ‘tidak ada sedekah kecuali ketika tercukupi semua kebutuhannya’, maka Imam Bukhari menyebutkan juga hadits Ibnu Umar yang mencakup bagian pertama. Hal ini dilakukan untuk menambah kuantitas jalur periwayatan hadits itu. Ada pula kemungkinan kesesuaian hadits ‘tangan di atas’ dengan judul bab adalah, bahwa penafsiran ‘tangan di atas’ sebagai orang yang bersedekah berlaku apabila sedekah tersebut tidak terhalang dari sisi syara’. seperti orang yang berutang dan seluruh hartanya berada dalam pengawasan pengadilan (disegel). Keumuman maknanya dibatasi dengan hadits, ‘tidak ada sedekah kecuali dari sisa kebutuhan Demikian yang beliau katakan, namun hal ini kurang tepat, seperti akan dijelaskan. Al Qurthubi berkata, “Pada hadits Ibnu Umar ini tercantum penafsiran maksud ‘tangan di atas’ dan ‘tangan di bawah’. ini merupakan dalil yang dapat menghilangkan perbedaan dan menolak semua penakwilan yang tidakbenar[12].”
3.Sutera dan Emas
حدثنا
ابو بكر,
ثنا عبد
الرحميم بن
سليمان , عن
محمد بن
اسحاق, عن
يزيد بن
ابي حبيب,
عن عبد
العزيز بن
ابي الصعبة
,عن ابي
الاْفلح الهمداني,
عن عبدالله
بن زرير
الغافقي سمعته
يقول : سمعت
علي بن
ابي طا
لب يقول
: اخذ رسول
الله ص.م
حريرا بشما
له وذهبا
بيمينه, ثم
رفع بهما
يديه فقال
: ان هذين
حرام علئ ذكور
امتي حل لاناثهم.
...Ali bin Abu Thalib radliallahu 'anhu berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah mangambil sutera lalu meletakkannya pada sisi kanannya, dan mengambil emas lalu meletakkannya pada sisi kirinya. Kemudian beliau bersabda: "Sesugguhnya dua barang ini haram bagi umatku yang laki-laki, halal bagi umatku yang perempuan”.
Dari hadits diatas dapat dipahami bahwa nabi melarang kaum laki-laki memakai emas dan sutera beliau hanya membolehkan bagi perempuan untuk memkainya. Karena larangan-larangan yang beliau berikan kepada umatnya itu adalah berdasarkan perintah dari Allah SWT. Dalam hadist ini Nabi SAW juga menggunakan media sebagi sumber belajar, yakni memberikan pelajran kepada para sahabat beliau.karen du hal yang diinformasikan nabi kepada sahabatnya tersebut merupakn pakaian perempuan, agar trehindar dari penyerupaan dengan perempuan makanya Nabi melarang bali laki- laki untuk memakainya.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat di ambil
kesimpulannya, bahwa media pendidikan islam itu banyak terdapat dalam hadits
nabi . yang mana nanyinya medi tersebut merupakan sumber belajar dan sebagai
wahan penyampai pesan pembelajaran terhadap anak didik untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
Diantara media pendidikan islam yang
telah dibahas tersebut adalah: media manusia dan media non manusia.Media
manusia terdiri dari: media lidah dan jari sedangkan media non manusia terdiri
dari:media langit dan bumi, matahari dan bulan,mimbar,dan sutera dan emas.
2.
Saran
Denagan adanya penulis menyajikan
tulisan berupa makalah ini diharapkan bermanfaat hendaknya, terutama bagi
penulis sendiri. Kritik dan saran penulis harapkan untuk kesempurnaan penulisan kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad
Azhar, 2005, media pembelajaran ,Jakarta:PT
Raja Grapindo Persada
Syaiful bahri
Djamarah dan Aswan zain, 2006, Strattegi belajar mengajar, Jakarta:PT
Rineka Cipta
Nana
sudjana dan Ahmad Rivai,2002 ,media pengajaran ,Bandung : Sinar baru
Algesindo
Al-Asqalaniy, Syihabuddin Ahmad bin Ali Bin Hajar, 2008, Fath
al-Bariy Penjelasan Kitab Sahih Al-Bukhari, Juz 8,
Jakarta: Pustaka Azzam
Al-Asqalaniy, Syihabuddin Ahmad bin Ali Bin Hajar, 2008, Fath
al-Bariy Penjelasan Kitab Sahih Al-Bukhari, Juz 7, Jakarta:
Pustaka Azzam
[2]Al-Bukhariy,
janaiz 44,
[3]Al-Asqalaniy, Syihabuddin Ahmad bin Ali Bin
Hajar, Fath al-Bariy Penjelasan Kitab Sahih Al-Bukhari, Juz 7, Penerjemah Amiruddin, Judul Asli
"Fath al-Bâriy Syarah Shahîh al-Bukhâriy", Jakarta: Pustaka
Azzam, 2008, Cet.ke-1
[4] Al-Tirmiziy, Op.cit., Juz 4, h.
32
[5] Al-Tirmiziy,
Op.cit., Juz 3, h. 215
[6]Djamarah,syaiful bahri dan azwan zain, strategi
belajar mengajar,(Jakarta :PT Rineka Cipta, 2006),cet ke 3,h 119
[7] Nana Sudjana dan Ahmad Rivai,media pengajaran
,(bandung,sinar baru Algesindo,2002),cet
ke-5,h 2
[8]Muslim, Op.cit., Juz 3, h. 1503
[9] Op cit. Syaiful Bahri dan
aaswan zain.h 121-122
[10] Abdullah Muhammad bin
ismail bin ibrahim,shahih bukhary
,juz 1,h 24
[12] Al-Asqalaniy, Syihabuddin Ahmad bin Ali Bin Hajar, Fath al-Bariy
Penjelasan Kitab Sahih Al-Bukhari, Juz 8, Penerjemah Amiruddin, Judul Asli "Fath
al-Bâriy Syarah Shahîh al-Bukhâriy", Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, Cet.ke-1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar